Melintasi jalan negara Tapaktuan-Pasie Raja --begitu pula
sebaliknya-- kendaraan yang kita tumpangi, pasti meliuk-liuk. Terkadang
oleng, ke sebelah kiri dan kanan.
Tak jarang, kendaraan mendaki dan menurun. Mengikuti "lukisan" badan jalan yang keindahannya amat menakjubkan.
Konon, jalan Tapaktuan-Pasie Raja, yang dibangun dengan
biaya miliaran rupiah itu, keindahannya yaris sama dengan Jalan Nasional
Kelok sembilan di Sumatera Barat.
Kalau pun itu tak diakui, paling tidak, kedua jalan
tersebut sama-sama dibangun di pinggir tebing yang curam dengan
menggunakan konstruksi kontilever berteknologi tinggi.
***
Tidak berapa lama menempuh jalan sepanjang 1.800 meter itu, kita "terperogok" dengan sebuah hamparan puncak gunung. Oleh warga setempat, puncak gunung itu dinamai dengan Puncak Pintu Angin.
Tidak berapa lama menempuh jalan sepanjang 1.800 meter itu, kita "terperogok" dengan sebuah hamparan puncak gunung. Oleh warga setempat, puncak gunung itu dinamai dengan Puncak Pintu Angin.
Di Puncak Pintu Angin itulah ada sebuah kafe. Entah milik siapa kafe itu, tak tahulah kita.
Yang jelas, kafe yang berdiri di hamparan tanah seluasnya
1000 meter, di depan kafe ada pamflet bertuliskan kalimat Jambo
Panorama Hatta.
Setiap hari, banyak pengunjung singgah di kafe itu. Mereka
tidak hanya sekadar melepas penat dan lelah sembari mecicipi enaknya
kuliner khas Aceh Selatan.
Tetapi juga, di bawah rimbunan pepohonan hijau, mereka bisa menikmati semilir angin sejuk yang bertiup sepoi-sepoi.
Tidak itu saja, jika mata kita melirik ke sebelah kanan
lekuk dua gunung. Birahi seni kita akan terangsang dengan "rancaknya"
panorama alam, lembah ngarai Desa Pantai Lhok Rukam.
Anehnya, jika dilihat dari kejauhan rumah-rumah yang di
lingkung bukit itu, seolah-olah mau ditelan ombak yang datang
berkejar-kejaran ke bibir pasir putih.
***
Menariknya, bahkan mengundang penasaran. Mengapa jambo di puncak Pengunungan Mata Angin itu, dinamakan Panorama Hatta?
Menariknya, bahkan mengundang penasaran. Mengapa jambo di puncak Pengunungan Mata Angin itu, dinamakan Panorama Hatta?
Rupanya, tahun 1953 Drs. Muhammad Hatta, Wakil Presiden
Indonesia pertama, saat berkunjung ke Aceh Selatan, pernah beristirahat
sembari menikmati keelokan dan kerancakan pemandangan di kawasan Puncak
Pengunungan Mata Angin.
Lalu, sebagai penghargaan terhadap Sang Proklamator, Pemda
Aceh Selatan menambalkan tempat persinggahan tersebut dengan nama
"Panorama Hatta".
Nama itu, telah menjadi mascot Aceh Selatan. Diyakini ia akan tetap melekat di hati warga dan siapa pun yang pernah ke sana.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar