Sabtu, 14 April 2018

Menyingkap Misteri Makam Syekh Hamzah Fansuri


Oleh : Sadri Ondang Jaya


Dimanakah terletak makam Syekh Hamzah Fansuri? Di Ujung Pancukah? Di Ma’ala? Di Langkawi atau di Oboh? Mana yang benar? Entahlah! Jasad Syekh Hamzah Fansuri diyakini satu. Makamnya kata orang, tersebar di mana-mana.

Sampai hari ini, berbagai kalangan, masih berdebat tentang keberadaan pusara Syekh Hamzah Fansuri itu. Ada yang mengatakan, makam Hamzah Fansuri berada di Ujung Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar. 

Ada pula yang menyebut, di pemakaman Ma’ala, Kota Mekah. Versi lain mengatakan,  di Langkawi, Malaysia. Kebanyakan sejarawan mengatakan, makam Hamzah Fansuri ada di Oboh, Runding, Kota Subulussalam.

Sebenarnya letak makam itu, bukanlah persoalan yang mengherankan. Sebab seiring dengan itu, kisah hidup dan karir keulamaan Syekh Hamzah Fansuri pun, sampai hari ini, masih berliku dan belum tersingkap. Wajar, jika keberadaan makamnya  pun tak kalah misterius, fenomenal, dan kontraversial.

Mungkin ini disebabkan, Syekh Hamzah Fansuri menganut aliran Tarekat Wahdatul Wujud. Sebuah aliran tarekat yang susah dimengerti dan dipahami kalangan awam. Sehingga keberadaan pusaranya terbawa rendong “susah dimegerti dan dipahami” pula.

Apalagi kalangan sufi menganggap, Syekh Hamzah Fansuri, adalah waliyullah (dekat dengan Allah) yang tentu saja memiliki berbagai karamah.

Menurut Yusuf bin Ismail An-Nabhani dalam kitabnya Jaamiu Karaamatil Aulia. Apabila seseorang dekat pada Allah disebabkan ketaatan dan keikhlasannya, Allah pun dekat kepadanya dengan melimpahkan rahmat, kebajikan, dan karuni-Nya.

Jika ditelisik dari literatur sejarah, sekarang ini ada empat lokasi makam Syekh Hamzah Fansuri. Keempat lokasi tersebut, masing-masing memiliki bukti dan alasan kuat.

Ujung Pancu
Dalam sejarah ada menyebutkan, makam Syekh Hamzah Fansuri terdapat di Ujung Pancu, Gampong Lampageu, Peukan Bada, Aceh Besar.

Ketika saya berkunjung dan menelusur ke Ujung Pancu, warga di sana menuturkan jasad yang bersemayam di Ujung Pancu, adalah makam Tengku Gle Ujung.

“Tengku Gle Ujung, merupakan sosok ulama yang disebut-sebut bergelar Tengku Tujoh Blah (Tengku 17). Tengku Tujoh Blah, ya Syekh Hamzah Fansuri,” ungkap warga.

Makam ini terawat dengan baik yang panjangnya diperkirakan sekitar 17 hasta atau 9 -12 meter.
Tidak jauh dari makam, terdapat pula makam dua orang muridnya. Di dekat tiga makam itu, di lereng gunung, tengah-tengah persawahan terdapat sebuah kubah masjid yang hanyut diterpa air tatkala peristiwa gempa tsunami melanda Aceh, 26 Desember 2004 lalu.

Konon, Syekh Hamzah Fansuri alias Tengku Tujoh Blah (Tengku 17) yang jasadnya bersemayam di Ujung Pancu dihukum pancung di Desa Deah Geulumpang Kecamatan Meuraxa, Banda Aceh.

Ada juga referensi yang menyebut, ulama itu dipenggal  dan kitabnya dibakar di depan halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.

Konon abu-arang kitab Syekh Hamzah Fansuri itu, ketika dibuang ke Krueng Aceh, di depan Masjid Raya Baiturrahman, aliran air sungai itu terhenti. Begitu gambaran, banyaknya jumlah kitab yang dibakar bersama tubuh Syekh Hamzah Fansuri.

Setelah meninggal, jasad Syekh Hamzah Fansuri dibawa oleh murid-muridnya menyusuri pantai. Setiba di Ujung Pancu, jasad Hamzah Fansuri diturunkan. Lalu, ditunaikan fardhu kipayahnya. Setelah itu, ia pun dimakamkan di sana.

Peristiwa ini terjadi, di masa Sultan Iskandar Tsani berkuasa (1636-1641). Ketika itu, Syekh Nuruddin Ar-Raniry memfatwakan bahwa ajaran wujudiah yang dikembang Syekh Hamzah Fansuri, termasuk ajaran dan aliran sesat dan menyesatkan.

Karena itu, ia mempengaruhi Sultan Iskandar Tsani, supaya memberikan hukuman pancung pada Syekh Hamzah Fansuri dan beberapa orang pengikut serta membakar kitab-kitab yang ditulisnya. Eksekusi itu pun dilaksanakan oleh algojo kerajaan.

Pendapat ini dibantah oleh, seorang peneliti muda, Hilmy Bakar Almascaty dalam tulisannya Misteri Syekh Hamzah Fansuri, Serambi edisi Minggu, 3 Maret 2013. 

Menurut Hilmy Bakar Almascaty yang juga Presiden Al-Hilal Internasional Grouf:  Yang dibunuh di depan Halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, bukanlah Syekh Hamzah Fansuri.

Melainkan, Syekh Jamaluddin atau menurut Takesi namanya Syekh Maldin. Ia seorang murid sekaligus pengganti Syekh Syamsuddin As-Sumaterani sebagai Qadhi Malik al-Adhil sejak tahun 1630 yang berpaham wujudiah.

Alasan ini diperkuat, adanya perbedaan tahun saat terjadinya peristiwa dengan tahun eksistensi, kisah hidup dan kiprah Hamzah Fansuri di belantara keilmuan Nusantara. Syekh Hamzah Fansuri diperkirakan hidup di seputar abad ke-15.

Apalagi direlevansikan dengan tahun wafatnya Syekh Hamzah Fansuri yaitu tahun 1527 M. Ini berarti, Hamzah Fansuri bukan hidup pada masa Pemerintahan Sultan Iskandar Tsani atau masa Syekh Ar-Raniry menjabat Qadhi Malik al-Adhil di Kerajaan Aceh Darussalam (1637-1644 M).

“Kurun waktu perbedaan masa hidup antara Syekh Hamzah Fansuri dengan Syekh Ar-Raniry lebih seratus tahun. Bagaimana mungkin algojo Ar-Raniry dapat mengeksekusi jasad yang telah terbaring tenang ratusan tahun,” tegas Hilmy Bakar Almascaty.

Di Ma’ala Mekah
Di Mekah, banyak terdapat  komplek pemakaman umum. Salah satu di antaranya yang terkenal dan istimewa, adalah komplek pemakaman Ma’ala. Dikatakan istimewa, karena di sinilah jasad isteri Rasulullah SAW, Siti Khadijah dimakamkan.

Ma’ala ini, terletak menghadap kiblat di sebelah Timur Masjidil Haram dan jaraknya dari Masjidil Haram, tidak terlalu jauh. Bisa ditempuh berjalan kaki selama 15 minit.

Saat musim haji, banyak jamaah yang menyempatkan diri berziarah ke Ma’ala selama 30-60 minit. Kebanyakan berziarah adalah kaum ibu.

Selain menjadi lokasi makam isteri Rasulullah, Siti Khadijah, sejumlah ulama terkenal di Mekah juga dimakamkan di komplek ini. Konon dulu, banyak jamaah haji dari Indonesia dikuburkan di sini. Sebelum pemerintahan Arab Saudi membangun komplek pemakaman umum yang baru.

Salah satu ulama Indonesia yang jasadnya terbujur di pemakaman Ma’ala ini, adalah Syekh Hamzah Fansuri. Seorang ulama sufi yang berasal dari Aceh Singkil. 

Keberadaan makam Hamzah Fansuri di Ma’ala ini, di jelaskan  Hilmy Bakar Almascaty dalam tulisanya Misteri Syekh Hamzah Fansuri, Serambi edisi Minggu, 3 Maret 2013.

Hilmy mengungkapkan, ia lebih cenderung makam Syekh Hamzah Fansuri yang wafat pada tahun 1527 bukan di Ujung Pancu, Peukan Bada, Aceh Besar. Syekh Hamzah Fansuri, menurutnya dimakamkan di komplek pemakaman Ma’ala, Mekah, Arab Saudi.

Argumen Hilmy ini, diperkuat dengan tesis Claude Guillot dan Ludvik Kalus yang menyebutkan, bahwa Syekh Hamzah Fansuri wafat pada tahun 1527 M dan dimakamkan di perkuburan Ma’ala Mekah.

Di Langkawi
Di Malaysia, terdapat sebuah kepulauan yang diberinama Langkawi. Ia termasuk dalam  distrik negara bagian Keudah Darul Aman. Kepulauan Langkawi, memiliki panorama alam  teramat indah dan banyak misteri, mitos, dan legenda masa silam di sana.

Salah satu legendanya, adalah makam Syekh Hamzah Fansuri. Hal ini pernah diakui mantan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, saat berkunjung ke makam Syekh Hamzah Fansuri di Kampung Oboh, Runding, Kota Subulussalam.

Ia tidak menyangka kalau makam Syekh Hamzah Fansuri itu terdapat di Indonesia apalagi di Aceh  dalam hal ini Subulussalam.

“Saya tidak tahu kalau makam Syekh Hamzah Fansuri juga ada di sini. Soalnya waktu ke Langkawi, Malaysia, di sana juga ada,” ujar Wakil Gubernur Aceh Muzakkir Manaf.

Apa yang dikatakan Muzakir Manaf ini, terang bagi kita, bahwa makam Syekh Hamzah Fansuri berada di Kepulauan Langkawi. Muzakir Manaf mengatakan demkian karena ia telah pernah berkunjung ke sana.

Di Oboh.
Dari berbagai pendapat,  keberadaan dan letak makam Syekh Hamzah Fansuri  yang patut dipercayai adalah yang berada di sebuah delta hulu Sungai Singkil yang bernama Desa Oboh, Simpang Kiri, Kota Subulussalam yang notabene kampung halamannya sendiri. Pada bangunan makam tertulis : Inilah makam Hamzah Fansuri Mursyid Syekh Abdurrauf.

Dari kisah sejarah yang berkembang, setelah Syekh Hamzah Fansuri melanglang buana ke seantero Nusantara bahkan ke manca negara. Ia pulang ke kampungnya Singkil tepatnya Desa Oboh.

Di sana beliau membuka pengajian atau dayah. Kemudian setelah mengajar beberapa lama, tahun 1016 H/1607 M, Syekh Hamzah Fansuri pun berpulang kerahmatullah dan makam di Oboh bersama keluarga dan murid-muridnya.

Dalam sebuah kisah, tatkala Abuya Syekh Muda Waly melakukan perjalanan dakwah ke Singkil tahun 1953, ia sempat singgah di makam Syekh Hamzah Fansuri itu.

“Tempat yang kita singgahi tadi, adalah makam Syekh Hamzah Fansuri. Beliau sudah menanti dan mengajak saya untuk singgah sebentar, maka kita harus singgah. Setelah kita singgah lalu mendapat izin dan doa, baru kita boleh berangkat kembali,” tutur Muda Waly.

Pemerintah pun baik pusat, provinsi dan kota, lebih mengakui bahwa makam Syekh Hamzah Fansuri berada di Desa Oboh.

Ini terbukti dengan pemberian anugerah kebudayaan dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono kepada keluarga Hamzah Fansuri yang diterima Walikota Subulussalam, Merah Sakti, SH Selasa 13 Agustus 2013 yang lalu.

Hidup di Hati
Terlepas dari kontroversial dan keberadaan makam ini sampai sekarang masih dibalut misteri, yang jelas  Syekh Hamzah Fansuri telah begitu banyak memberikan sumbangan terhadap peradaban Islam di Nusantara. Meskipun paham sufinya ditentang beberapa kalangan.

Sekarang bahkan ke depan, diakui atau tidak. Hamzah Fansuri selalu hidup di hati generasi muda. Diyakini, namanya tidak akan lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan.

Kendati pun Syekh Hamzah Fansuri telah tiada, ia tetap ulama yang tersohor sejak dulu sampai sekarang. Bahkan karya-karyanya, baik puisi maupun yang lain, telah  menginspirasi generasi sesudahnya.

Hamzah Fansuri boleh wafat. Keberadaan makamnya boleh dimana saja dan mengundang berjuta misteri. Tapi nama dan karyanya tetap lekat dan hidup di hati anak negeri. []

Sadri Ondang Jaya, Peminat Sejarah dan Satra
Berdomisili di Aceh Singkil, Nagari Fansuri.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar