Sabtu, 17 Maret 2018

Ali Djauhari Laki-Laki Penembus Batas


Ali Djauhari
Laki-Laki Penembus Batas*
Oleh : Sadri Ondang Jaya**

Saya tahu nama Bang Ali Djauhari di tahun 1990-an. Adiknya, Salman Alfarisi yang memberitahukannya. Kebetulan Salman Alfarisi itu, teman saya yang sama-sama berasal dari Singkil. Plus tetangga saya pula di Banda Aceh. Tepatnya, kami tinggal di Kelurahan Bandar Baru-Lamprit.

Sebagaimana lazimnya teman dan tetangga, Salman Alfarisi yang ketika itu kuliah bersama saya di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) tapi beda fakultas, tergolong sosok yang acap beranjangsana ke kediaman saya.

Dalam aktivitas anjangsananya itulah, Salman Alfarisi membeber dan memerkenalkan keluarganya. Termasuk Abangnya Ali Djauhari. Ia juga kerap menyebut-nyebut  kiprah abangnya itu di dunia bisnis.

“Saya dengan Abang Ali Djauhari, hanya dua bersaudara. Yang sulung dia. Sedangkan yang bungsu saya. Abang saya Ali Djauhari sangat suka bergelut dengan dunia bisnis,” tutur Salman Alfarisi.

Mendengar tuturan Salman Alfarisi putera dari H. Aliswan dan Hj. Salmah dan dari berbagai referensi yang ada, saya mulai mengenal sekaligus penasaran dan kagum dengan sosok Ali Djauhari.

Ditambah lagi teman-teman lain banyak mengatakan, bahwa Ali Djauhari pernah menjadi promotor dan sponsor pertandingan tinju yang digelar di Lhokseumawe, Aceh Utara. Termasuk juga sponsor berbagai pertandingan olahraga lainnya dan even seni-budaya di berbagai tempat di Indonesia.

“Ali Djauhari, termasuk salah seorang promotor dan impresario Indonesia yang berkiprah dalam berbagai pementasan dan pertujukan seniman dan olahragawan kenamaan Indonesia,” begitu informasi dari teman-teman saya.

Sejak itu, gerak-gerik dan sepak terjang Bang Ali Djauhari saya intip dan endus. Buah pikiran, ide-ide, dan statemennya selalu saya amati dan ikuti dari “kejauhan”.

Malah, pernyataan-pernyataan Bang Ali Djauhari yang cemerlang nan bernas acap saya kutip. Saya jadikan bahan tulisan. Kemudian, saya publis ke Harian Serambi Indonesia, salah satu harian terbitan di Aceh.

Suatu ketika, untuk keperluan bahan menulis buku, saya memberanikan diri mewawancari Bang Ali Djauhari melalui telepon genggam (hand phone). Ia pun menjawab wawancara itu dengan baik.

Mulai dari situ, persaudaraan kami tambah erat dan hangat. Selanjutnya, saya dengan Bang Ali Djauhari terus berkomunikasi dan berinteraksi secara intens melalui hand phone dan media sosial.

Dalam sebuah kesempatan, barulah saya dengan pria beranak tiga itu  bersua dan bertatap muka. Kami ngobrol banyak. Bercakap-cakap dari “Sabang sampai Meuroke sambung menyambung menjadi satu”.

Singkatnya, pembicaraan saya dengan Bang Ali Djauhari, tidak hanya mengenai satu masalah. Tetapi, melebar pada persoalan-persoalan lain. Termasuk masalah kampung halaman. Menyangkut dengan seni, budaya, dan peradaban, masalah ini menjadi bahan yang serius kami perbincangkan.

Ngobrol dengan Bang Ali Djauhari sangat berkesan. Ia rendah hati, ramah, baik, dan berwawasan. Bagi saya omongannya, seperti bumbu penyedap yang menggugah, menyengat, menawarkan inspirasi, mencerahkan serta membawa kesan yang mendalam. Pokoknya, sangat interes.

Terakhir saya jumpa Bang Ali Djauhari bersama isteri dan anak-anaknya pada lebaran Idul Fitri 1438 H (tahun 2017 M) di sebuah penginapan milik Dr. Fadjri Alihar, Sapo Belen, Pulo Sarok, Aceh Singkil.

***
Bang Ali Djauhari dalam sebuah pembicaraan dengan saya mengatakan, Singkil termasuk daerah yang pertama kali dibangun sekolah dasar di Aceh. Keterangan ini didapatkan dari neneknya Isyrin Nasifah.

“Kita orang Singkil jangan lupa. Sekolah dasar pertama kali dibangun di Aceh, ya di Singkil. Murid perempuan pertama sekolah tersebut, termasuk nenek saya, Isyrin Nasifah,” ungkap Ali Djauhari.
Dengan dibangunnya sekolah pertama di Singkil, ini salah satu bukti bahwa Singkil termasuk daerah di Indonesia yang  telah memiliki peradaban tinggi.

Berbicara tentang peradaban, tanpaknya Bang Ali Djauhari, sangat fasih dan khatam. Ia mengatakan, peradaban tak mungkin bisa dibangun dengan orientasi bersifat materialis semata. Artinya, terlalu mementingkan pengumpulan harta dan  kekuasaan.

Jika itu yang terjadi, maka peradaban tadi akan mengalami kemerosotan bahkan lambat laun akan hancur. “Peradaban manusia yang unggul harus dilandasi oleh rasa cinta, kasih sayang, berbagi, keikhlasan, dan kejujuran,” tandas Bang Ali Djauhari.

Berkaitan dengan perkembangan kampungnya, Singkil. pria kelahiran 20 Agustus 1963 itu pernah memerotes kecendrungan pola pikir dan sikap warga Singkil dalam memilih pekerjaan.

“Sebagian besar warga Singkil  dalam memilih pekerjaan lebih mau  menjadi pegawai negeri atau bergelut dengan dunia politik. Enggan menggeluti sektor bisnis, perdagangan, wirausaha atau saudagar. Jika pun ada yang berwiraswasta, hanya menjadi kontraktor,” tutur Ali Djauhari bisnisman nasional itu.

Padahal, kata Ali Djauhari, orang Singkil dari dulu lebih suka menekuni pekerjaan wirausaha, dagang, dan saudagar. Sehingga sejarah membuktikan, aktivitas dagang mereka sampai ke manca negara.

Singkil itu, dari dulu lebih dikenal dengan kota dagang. Ada tiga unit pelabuhan terbesar di Singkil merupakan tempat sandar dan transaksi dagang.

Orang Singkil punya perahu atau boat besar yang digunakan untuk berdagang ke berabagai daerah. Termasuk ke manca negara, seperti Malaysia, Singapura, dan negara-negara Asia lainnya.

“Apabila di sebuah daerah terdapat 2,5 persen dari warga daerah  itu memiliki semangat wirausaha, maka daerah tersebut akan cepat maju dan berkembang. Aceh Singkil menjadi daerah tertinggal dan termiskin, karena warganya lebih disibukkan oleh kegiatan politik semata. Sementara aktivitas wirausaha diabaikan,” begitu tutur Ali Djauhari pada saya.

***

Dari beberapa kali diskusi baik secara tatap muka maupun melalui hand phone dan media sosial, ada satu karakter yang menurut saya, sangat menonjol pada diri Bang Ali Djauhari.

Ia memiliki intuisi, pengetahuan, kecerdasan, dan wawasan luas yang menembus batas, berorientasi ke masa depan. Dengan kata lain, ia memiliki visi untuk menapaki kehidupan yang lebih baik.

Karena itu, saya melihat Bang Ali Djauhari, sosok yang selalu mampu mengumpulkan mozaik yang terpecah-pecah menjadi sebuah gambar yang utuh yang membentuk sesuatu di masa depan.

Yang lebih penting lagi, Bang Ali Djauhari memercayai gambar yang dilihatnya sebagai suatu kebenaran dan ia bergerak cepat meresponnya.

Ia bisa dan begitu cepat melakukan perubahan dalam hidup. Karena ia memiliki ‘indera ke enam’ dalam melihat perubahan itu. Lalu, ia bergerak dan menyelesaikan perubahan itu sampai tuntas.

Itulah yang membuat Bang Ali Djauhari sosok yang tak pernah berhenti,  tak pernah surut langka dalam menularkan ide-ide cemerlang dan bernas. Kemudian ide-ide tersebut diwujudkannya dalam alam nyata dengan hasil yang gemilang.

Di antaranya banyak karakter Bang Ali Djauhari, saya melihat sifat forward-looking inilah yang harus kita tiru. Setidaknya, ia telah mengajari kita untuk menjadi diri sendiri agar tidak pantang menyerah dalam menghadapi kegagalan-kegagalan hidup.

Bang Ali Djauhari pernah mengatakan pada saya,  kendati kita lahir di kampung, wawasan kita harus luas dan visi kita merambah jauh ke depan.

Anda bisa mengubah sesuatu menjadi baik ketika Anda telah berhasil mengubah diri sendiri menjadi baik. You can change all thing for the better when you change your self for the better.

“Ini semua bisa kita lakukan dengan banyak belajar pada sejarah dan peradaban bangsa-bangsa yang telah duluan maju,” ujar Bang Ali Djauhari.

Pernyataan itu, telah dibuktikan Ali Djauhari. Tatkala beliau menjadi mahasiswa Faultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Ia tak pernah tenang dan selalu “gelisah” serta bergerak membuat perubahan.

Lalu kegelisahan dan perubahan itu diwujudkannya dengan keluar dari gelanggang kampus dan memilih mendirikan dan membuka usaha Lembaga Bisnis Manajemen Komputer (LBMK) di Medan.

Tidak lama berkutat di LBMK, ia mengembangkan usaha bisnis lainnya hingga merambah ke manca negara dan bercokol nyaris ke segala sektor. Termasuk suplier berbagai  perlengkapan senjata, trading bahan kimia dan minyak.

Malah, saat digelar pemilu masa Presiden Republik Indonesia ketiga Prof. Dr. Ing H. Bacharuddin Jusuf Habibie, tahun 1999, Ali Djauhari dipercayakan sebagai pemasok tinta pemilu. Sehingga pemilu masa itu, tergolong pemilu yang sukses di Indonesia.

Perusahaan Bang Ali Djauhari tidak saja bermitra dengan berbagai perusahaan lokal dan nasional. Melainkan juga bermitra dengan berbagai perusahaan minyak dunia. Seperti, perusahaan minyak Bayegan Turki, Panama Oil India.

Dalam kerja sama dengan Panama Oil dan Bayagen, Bang Ali Djauhari, kata Salman Alfarisi kepada saya, langsung sebagai representatif marketing di Indonesia.

“Bang Ali Djauhari yang mewakili kedua perusahaan itu di Indonesia. sebagai representatif marketing,” terang Salman.

Di samping itu, Bang Ali Djauhari juga mengelola atau sebagai CEO di PT Equator Media Vaganza, sebuah usaha yang bergerak di bidang penerbitan atau media online.

Bukan itu, Bang Ali Djauhari juga berkecimpung dalam dunia sosial dan kemasyarakatan. Lebih inten pada pergerakkan budaya dan seni.

Bang Ali Djauhari, figur yang getol mengorganisasi dan membiayai sebuah pagelaran konser, permainan drama; Dapat dianalogikan pekerjaan ini serupa dengan manajer artis atau produser film atau produser televisi. Pekerjaan seperti ini dikenal dengan istilah impresario.

Bahkan Bang Ali Djauhari, tergolong impresario Indonesia yang kawakan dan bertangan dingin. Ia acap berkiprah dalam berbagai pementasan penting seniman kenamaan Indonesia, seperti WS Rendra, Sawung Djabo, dan yang lainnya.

Pernah pula mensponsori kegiatan Tour Sumatera Iwan Fals-Kantata Takwa. Membawa dan menampilkan tari-tarian Singkil di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dibawa anak-anak dari Sanggar Gelanggang Bhakti-Singkil.

Tidak itu saja, tahun 1989 pernah pula jadi sponsor pertunjukan Teater Koma di Medan dengan judul Sampek Engtay yang disutradarai N Riantiarno. Petunjukkan ini mendapat respon dan hangat dibicarakan di kalangan seniman.

Karena itu, tidaklah berlebihan, jika Bang Ali Djauhari kita sebut salah satu pengusaha papan atas Indonesia. Atau sebagai the rising star-nya Indonesia yang selalu melalang buana dan berpetualang ke berbagai daerah dan negara.

Hari ini, ia berada di Dubai, besok sudah terbang ke India. Lalu lusanya di London. Kembali ke Jakarta kemudian berangkat ke negara bagian Amerika Serikat, lalu ke Malaysia dan negara-negara lain di dunia. Semua itu dilakukan untuk urusan bisnis dan “membaca peradaban”.

Kemudian peradaban yang disaksikannya itu, setiap saat selalu dipostingnya di status facebook dan menjadi bahan diskusi berbagai teman. Lalu menjadi simpul-simpul pemikiran yang kemudian diejawantahkan dalam alam nyata.

Berkat kerja keras dan ketekunannya, sosok Ali Djauhari berhasil menciptakan sekian usaha yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, dan banyak orang.

Nyatalah bahwa Bang Ali Djauhari, sosok yang sering menggulirkan ide-ide cemerlang yang menembus batas ‘yang apabila tersentuh tangannya berubah menjadi emas’.

Ia figur yang tak mengenal kata akhir dalam berjuang. Mesin pembakar perjuangan Bang Ali Djauhari, hanya kepercayaan, ikhlas, jujur, visi, dan kerja keras serta tuntas.

Bang Ali Djauhari pernah memberikan nasihat pada saya dengan mengutip surat ke-94 Al-Insyirah ayat 5-8 : “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”[]

Gosong Telaga, 9 Maret 2018

*Tulisan ini dibuat untuk memenuhi keinginan panitia sebagai     bahan penerbitan buku memoar Ali Djauhari
** Sadri Ondang Jaya seorang guru yang saat ini berdomisili di Gosong Telaga, Aceh Singkil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar