Ali Djauhari
Laki-Laki
Penembus Batas*
Oleh : Sadri Ondang Jaya**
Saya
tahu nama Bang Ali Djauhari di tahun 1990-an. Adiknya, Salman Alfarisi yang memberitahukannya.
Kebetulan Salman Alfarisi itu, teman saya yang sama-sama berasal dari Singkil.
Plus tetangga saya pula di Banda Aceh. Tepatnya, kami tinggal di Kelurahan
Bandar Baru-Lamprit.
Sebagaimana
lazimnya teman dan tetangga, Salman Alfarisi yang ketika itu kuliah bersama
saya di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) tapi beda fakultas, tergolong sosok
yang acap beranjangsana ke kediaman saya.
Dalam
aktivitas anjangsananya itulah, Salman Alfarisi membeber dan memerkenalkan keluarganya.
Termasuk Abangnya Ali Djauhari. Ia juga kerap menyebut-nyebut kiprah abangnya itu di dunia bisnis.
“Saya
dengan Abang Ali Djauhari, hanya dua bersaudara. Yang sulung dia. Sedangkan
yang bungsu saya. Abang saya Ali Djauhari sangat suka bergelut dengan dunia
bisnis,” tutur Salman Alfarisi.
Mendengar
tuturan Salman Alfarisi putera dari H. Aliswan dan Hj. Salmah dan dari berbagai
referensi yang ada, saya mulai mengenal sekaligus penasaran dan kagum dengan sosok
Ali Djauhari.
Ditambah
lagi teman-teman lain banyak mengatakan, bahwa Ali Djauhari pernah menjadi
promotor dan sponsor pertandingan tinju yang digelar di Lhokseumawe, Aceh
Utara. Termasuk juga sponsor berbagai pertandingan olahraga lainnya dan even
seni-budaya di berbagai tempat di Indonesia.
“Ali Djauhari, termasuk salah seorang promotor dan impresario Indonesia yang berkiprah dalam berbagai pementasan dan pertujukan seniman dan olahragawan kenamaan Indonesia,” begitu informasi dari teman-teman saya.
Sejak itu, gerak-gerik dan sepak terjang Bang Ali Djauhari saya intip dan endus. Buah pikiran, ide-ide, dan statemennya selalu saya amati dan ikuti dari “kejauhan”.
Malah,
pernyataan-pernyataan Bang Ali Djauhari yang cemerlang nan bernas acap saya
kutip. Saya jadikan bahan tulisan. Kemudian, saya publis ke Harian Serambi
Indonesia, salah satu harian terbitan di Aceh.
Suatu
ketika, untuk keperluan bahan menulis buku, saya memberanikan diri mewawancari Bang
Ali Djauhari melalui telepon genggam (hand
phone). Ia pun menjawab wawancara itu dengan baik.
Mulai
dari situ, persaudaraan kami tambah erat dan hangat. Selanjutnya, saya dengan
Bang Ali Djauhari terus berkomunikasi dan berinteraksi secara intens melalui
hand phone dan media sosial.
Dalam sebuah kesempatan, barulah saya dengan pria
beranak tiga itu bersua dan bertatap
muka. Kami ngobrol banyak. Bercakap-cakap dari “Sabang sampai Meuroke sambung
menyambung menjadi satu”.
Singkatnya,
pembicaraan saya dengan Bang Ali Djauhari, tidak hanya mengenai satu masalah.
Tetapi, melebar pada persoalan-persoalan lain. Termasuk masalah kampung
halaman. Menyangkut dengan seni, budaya, dan peradaban, masalah ini menjadi
bahan yang serius kami perbincangkan.
Ngobrol
dengan Bang Ali Djauhari sangat berkesan. Ia rendah hati, ramah, baik, dan
berwawasan. Bagi saya omongannya, seperti bumbu penyedap yang menggugah,
menyengat, menawarkan inspirasi, mencerahkan serta membawa kesan yang mendalam.
Pokoknya, sangat interes.
Terakhir
saya jumpa Bang Ali Djauhari bersama isteri dan anak-anaknya pada lebaran Idul
Fitri 1438 H (tahun 2017 M) di sebuah penginapan milik Dr. Fadjri Alihar, Sapo
Belen, Pulo Sarok, Aceh Singkil.
***
Bang
Ali Djauhari dalam sebuah pembicaraan dengan saya mengatakan, Singkil termasuk
daerah yang pertama kali dibangun sekolah dasar di Aceh. Keterangan ini didapatkan
dari neneknya Isyrin Nasifah.
“Kita
orang Singkil jangan lupa. Sekolah dasar pertama kali dibangun di Aceh, ya di
Singkil. Murid perempuan pertama sekolah tersebut, termasuk nenek saya, Isyrin
Nasifah,” ungkap Ali Djauhari.
Dengan
dibangunnya sekolah pertama di Singkil, ini salah satu bukti bahwa Singkil termasuk
daerah di Indonesia yang telah memiliki
peradaban tinggi.
Berbicara
tentang peradaban, tanpaknya Bang Ali Djauhari, sangat fasih dan khatam. Ia
mengatakan, peradaban tak mungkin bisa dibangun dengan orientasi bersifat materialis
semata. Artinya, terlalu mementingkan pengumpulan harta dan kekuasaan.
Jika
itu yang terjadi, maka peradaban tadi akan mengalami kemerosotan bahkan lambat
laun akan hancur. “Peradaban manusia yang unggul harus dilandasi oleh rasa
cinta, kasih sayang, berbagi, keikhlasan, dan kejujuran,” tandas Bang Ali
Djauhari.
Berkaitan
dengan perkembangan kampungnya, Singkil. pria kelahiran 20 Agustus 1963 itu
pernah memerotes kecendrungan pola pikir dan sikap warga Singkil dalam memilih
pekerjaan.
“Sebagian
besar warga Singkil dalam memilih
pekerjaan lebih mau menjadi pegawai
negeri atau bergelut dengan dunia politik. Enggan menggeluti sektor bisnis,
perdagangan, wirausaha atau saudagar. Jika pun ada yang berwiraswasta, hanya
menjadi kontraktor,” tutur Ali Djauhari bisnisman nasional itu.
Padahal, kata Ali Djauhari, orang Singkil dari dulu lebih suka menekuni pekerjaan wirausaha, dagang, dan saudagar. Sehingga sejarah membuktikan, aktivitas dagang mereka sampai ke manca negara.
Singkil
itu, dari dulu lebih dikenal dengan kota dagang. Ada tiga unit pelabuhan
terbesar di Singkil merupakan tempat sandar dan transaksi dagang.
Orang
Singkil punya perahu atau boat besar yang digunakan untuk berdagang ke
berabagai daerah. Termasuk ke manca negara, seperti Malaysia, Singapura, dan
negara-negara Asia lainnya.
“Apabila
di sebuah daerah terdapat 2,5 persen dari warga daerah itu memiliki semangat wirausaha, maka daerah tersebut
akan cepat maju dan berkembang. Aceh Singkil menjadi daerah tertinggal dan
termiskin, karena warganya lebih disibukkan oleh kegiatan politik semata.
Sementara aktivitas wirausaha diabaikan,” begitu tutur Ali Djauhari pada saya.
***
Dari
beberapa kali diskusi baik secara tatap muka maupun melalui hand phone dan media sosial, ada satu
karakter yang menurut saya, sangat menonjol pada diri Bang Ali Djauhari.
Ia
memiliki intuisi, pengetahuan, kecerdasan, dan wawasan luas yang menembus
batas, berorientasi ke masa depan. Dengan kata lain, ia memiliki visi untuk
menapaki kehidupan yang lebih baik.
Karena
itu, saya melihat Bang Ali Djauhari, sosok yang selalu mampu mengumpulkan
mozaik yang terpecah-pecah menjadi sebuah gambar yang utuh yang membentuk
sesuatu di masa depan.
Yang
lebih penting lagi, Bang Ali Djauhari memercayai gambar yang dilihatnya sebagai
suatu kebenaran dan ia bergerak cepat meresponnya.
Ia
bisa dan begitu cepat melakukan perubahan dalam hidup. Karena ia memiliki ‘indera
ke enam’ dalam melihat perubahan itu. Lalu, ia bergerak dan menyelesaikan
perubahan itu sampai tuntas.
Itulah
yang membuat Bang Ali Djauhari sosok yang tak pernah berhenti, tak pernah surut langka dalam menularkan
ide-ide cemerlang dan bernas. Kemudian ide-ide tersebut diwujudkannya dalam
alam nyata dengan hasil yang gemilang.
Di
antaranya banyak karakter Bang Ali Djauhari, saya melihat sifat forward-looking inilah yang harus kita
tiru. Setidaknya, ia telah mengajari kita untuk menjadi diri sendiri agar tidak
pantang menyerah dalam menghadapi kegagalan-kegagalan hidup.
Bang
Ali Djauhari pernah mengatakan pada saya,
kendati kita lahir di kampung, wawasan kita harus luas dan visi kita merambah
jauh ke depan.
Anda
bisa mengubah sesuatu menjadi baik ketika Anda telah berhasil mengubah diri
sendiri menjadi baik. You can change all
thing for the better when you change your self for the better.
“Ini
semua bisa kita lakukan dengan banyak belajar pada sejarah dan peradaban
bangsa-bangsa yang telah duluan maju,” ujar Bang Ali Djauhari.
Pernyataan
itu, telah dibuktikan Ali Djauhari. Tatkala beliau menjadi mahasiswa Faultas
Hukum Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Ia tak pernah tenang dan selalu “gelisah”
serta bergerak membuat perubahan.
Lalu
kegelisahan dan perubahan itu diwujudkannya dengan keluar dari gelanggang kampus
dan memilih mendirikan dan membuka usaha Lembaga Bisnis Manajemen Komputer
(LBMK) di Medan.
Tidak
lama berkutat di LBMK, ia mengembangkan usaha bisnis lainnya hingga merambah ke
manca negara dan bercokol nyaris ke segala sektor. Termasuk suplier
berbagai perlengkapan senjata, trading
bahan kimia dan minyak.
Malah,
saat digelar pemilu masa Presiden Republik Indonesia ketiga Prof. Dr. Ing H. Bacharuddin
Jusuf Habibie, tahun 1999, Ali Djauhari dipercayakan sebagai pemasok tinta pemilu.
Sehingga pemilu masa itu, tergolong pemilu yang sukses di Indonesia.
Perusahaan
Bang Ali Djauhari tidak saja bermitra dengan berbagai perusahaan lokal dan
nasional. Melainkan juga bermitra dengan berbagai perusahaan minyak dunia. Seperti,
perusahaan minyak Bayegan Turki, Panama Oil India.
Dalam
kerja sama dengan Panama Oil dan Bayagen, Bang Ali Djauhari, kata Salman
Alfarisi kepada saya, langsung sebagai representatif marketing di Indonesia.
“Bang
Ali Djauhari yang mewakili kedua perusahaan itu di Indonesia. sebagai
representatif marketing,” terang Salman.
Di
samping itu, Bang Ali Djauhari juga mengelola atau sebagai CEO di PT Equator
Media Vaganza, sebuah usaha yang bergerak di bidang penerbitan atau media
online.
Bukan itu, Bang Ali Djauhari juga berkecimpung dalam dunia sosial dan kemasyarakatan. Lebih inten pada pergerakkan budaya dan seni.
Bang Ali Djauhari, figur yang getol mengorganisasi dan membiayai sebuah pagelaran konser, permainan drama; Dapat dianalogikan pekerjaan ini serupa dengan manajer artis atau produser film atau produser televisi. Pekerjaan seperti ini dikenal dengan istilah impresario.
Bahkan Bang Ali Djauhari, tergolong impresario Indonesia yang kawakan dan bertangan dingin. Ia acap berkiprah dalam berbagai pementasan penting seniman kenamaan Indonesia, seperti WS Rendra, Sawung Djabo, dan yang lainnya.
Pernah pula
mensponsori kegiatan Tour Sumatera Iwan Fals-Kantata Takwa. Membawa dan
menampilkan tari-tarian Singkil di Taman Ismail Marzuki (TIM) yang dibawa anak-anak
dari Sanggar Gelanggang Bhakti-Singkil.
Tidak itu
saja, tahun 1989 pernah pula jadi sponsor pertunjukan Teater Koma di Medan dengan
judul Sampek Engtay yang disutradarai
N Riantiarno.
Petunjukkan ini mendapat respon dan hangat dibicarakan di kalangan seniman.
Karena
itu, tidaklah berlebihan, jika Bang Ali Djauhari kita sebut salah satu
pengusaha papan atas Indonesia. Atau sebagai the rising star-nya Indonesia yang selalu melalang buana dan
berpetualang ke berbagai daerah dan negara.
Hari
ini, ia berada di Dubai, besok sudah terbang ke India. Lalu lusanya di London.
Kembali ke Jakarta kemudian berangkat ke negara bagian Amerika Serikat, lalu ke
Malaysia dan negara-negara lain di dunia. Semua itu dilakukan untuk urusan
bisnis dan “membaca peradaban”.
Kemudian
peradaban yang disaksikannya itu, setiap saat selalu dipostingnya di status
facebook dan menjadi bahan diskusi berbagai teman. Lalu menjadi simpul-simpul
pemikiran yang kemudian diejawantahkan dalam alam nyata.
Berkat
kerja keras dan ketekunannya, sosok Ali Djauhari berhasil menciptakan sekian
usaha yang bermanfaat bagi dirinya, keluarganya, dan banyak orang.
Nyatalah
bahwa Bang Ali Djauhari, sosok yang sering menggulirkan ide-ide cemerlang yang
menembus batas ‘yang apabila tersentuh tangannya berubah menjadi emas’.
Ia
figur yang tak mengenal kata akhir dalam berjuang. Mesin pembakar perjuangan
Bang Ali Djauhari, hanya kepercayaan, ikhlas, jujur, visi, dan kerja keras
serta tuntas.
Bang
Ali Djauhari pernah memberikan nasihat pada saya dengan mengutip surat ke-94
Al-Insyirah ayat 5-8 : “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Apabila
engkau telah selesai (dari suatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan
yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.”[]
Gosong
Telaga, 9 Maret 2018
*Tulisan
ini dibuat untuk memenuhi keinginan panitia sebagai bahan penerbitan buku memoar Ali Djauhari
** Sadri
Ondang Jaya seorang guru yang saat ini berdomisili di Gosong Telaga, Aceh
Singkil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar