Sabtu, 17 Maret 2018

Angkat Telur


“Angkat Telur”
Oleh : Sadri Ondang Jaya

Di kalangan masyarakat, perilaku hipokrit, opurtunis, menjilat atau dalam bahasa aktivis acap disebut “angkat telur”, semakin merajalela. Bahkan belakangan ini, terlihat tambah marak, menggila, dan fenomenal.

Sehingga tak mengherankan, banyak muncul kalimat apoligia, ‘jika tak mau angkat telur, hidup akan terseok-seok. Takkan mendapat jabatan, keuntungan, dan penghargaan.’

Jadi, tujuan angkat telur, di samping ingin diperhatikan secara khusus. Juga ingin mendapat promosi jabatan atau kedudukan.

Pokoknya, perilaku angkat telur implementasinya demi meraih material atau finansial semata.
Untuk memuluskan aksinya, si pengangkat telur rela mengultus seseorang (cult of personality). Apa pun yang dikatakan orang yang telah dikultuskanya tadi, semuanya benar.

Meskipun yang disampaikan itu, secara logika dan nalar jungkir balik, ia tak berani membantah apalagi mengkritisi. Demi sesuatu, si pengangkat telur hanya membebek saja.

Tidak itu saja, dengan saudara seiman, seorganisasi si pengangkat telur tak pernah kompromis. Ia selalu menyikut teman seiring dan mengunting dalam lipatan.

Tragisnya, si pengangkat telur kerap merampas hak orang lain dengan cara menyakiti hatinya. Seperti, menjelek-jelekkan, memfitnah, dan menzalimi.

Kalimat adagium ‘tidak ada teman yang abadi tapi kepentingan yang abadi’ menjadi sesuatu yang sangat berlaku baginya. Dipraktikannya tanpa tedeng aling-aling dan basa-basi.

Baginya, rekan kerja bukanlah teman seperjuangan. Melainkan saingan yang harus dibabat habis.
Teman-temannya yang memiliki kelebihan, baik kelebihan fisik, pendidikan, daya pikir, kemampuan finansial, maupun yang punya potensi untuk menjadi orang hebat, berkembang, dan maju melebihi dirinya, dianggap sebagai rival terberat.

Ia gelisah. Lalu,  kambuhlah penyakitnya, susah melihat orang senang dan senang melihat orang susah, alias “penyakit” SMS.

Seorang pengangkat telur, adalah sosok reportase andal nan profesional. Ia selalu berperan, bak juru bicara. Apalagi tentang hal-hal yang mengenai kesalahan rekan kerja termasuk saingannya. Ia terus mengipas-ngipas, mengompori, dan memprofokasi.

Dengan retorika hebat dan berapi-api, si pengangkat telur memberikan opini dan stigma yang buruk tentang rekannya kepada semua orang. Termasuk pada atasan

Ia tak peduli apakah laporan itu sesuai fakta atau hanya rekayasa. Yang penting, jika temannya tadi “terjungkal”, ia senang alang kepalang.

Seorang pengangkat telur merupakan wujud jelmaan dari kutu loncat dan bunglon. Ia sering berpindah-pindah dan berubah warna. Penuh kepura-puraan.

Lain di mulut lain di hati, alias hipokrit, haus perhatian, haus eksistensi, haus pujian, dan ular berkepala seribu. Dalam bahasa agama si pengangkat telur, diberi gelar munafikun. Orang munafik.

Bahaya Angkat Telur
Perilaku angkat telur alias munafik, tidak boleh dianggap remeh, ia sangat berbahaya. Terjadinya, kekacauan dan kehancuran dalam birokrasi, organisasi, perusahaan bahkan dalan kehidupan berbangsa dan negara, banyak disebabkan oleh si pengangkat telur.

Ia musuh dalam selimut. Mengaku teman, mengaku bersaudara, mengaku toleran, cinta sesama, mengaku senasip  sepenanggungan. Padahal sesungguhnya, tidak. Ia bertopeng karena ada maksud-maksud tertentu.

Sosok pengangkat telur, umumnya, cerdas dan pintar. Lihai berdebat, punya retorika yang bagus dan memiliki analisa yang tajam.

Tetapi kemampuannya ini, bukan digunakannya untuk tujuan positif. Melainkan, untuk menghancurkan tatanan yang ada. Semuanya, untuk kepentingan pribadi dan para pemimpin sesat yang telah dikultuskannya.

Ucapannya terdengar hebat, dan logis. Diksi yang diucapkannya terdengar menarik dan aduhai. Membuat semua orang yang mendengarkan terkesimah dan terhifnotis.

Tetapi, sesungguhnya akalnya busuk, licik, dan untuk tujuan-tujuan material dan prakmatis semata. Pengangkat telur inilah musuh yang sebenarnya:

Allah berfirman : “Dan apabila kamu melihat tubuh-tubuh mereka, kamu menjadikan kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang sebenarnya). Waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS. Al-Munafiqun : 4)

Kerusakan yang ditimbulkan oleh si pengangkat telur punya tahapan. Pertama, perilaku mengangkat telur merusak diri sendiri.

Allah tidak pernah menzalimi manusia, tapi manusia yang merusak dirinya sendiri. Semua kezaliman akan ditanggung pelakunya.

Kedua, si pengangkat telur merusak orang lain, minimal keluarganya. Ketiga, merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam tataran inilah, si pengangkat telur sangat berbahaya.

Pengangkat telur, penjilat, pencari muka,  hipokrit, munafik atau apapun istilahnya merupakan penyakit hati. Penyakit ini, sangat dibenci oleh Rasulullah:
“Seburuk-buruknya manusia adalah manusia munafik, sosok pengangkat telur atau penjilat”.

Orang pengangkat telur takkan memeroleh pertolongan Allah SWT. Bahkan, tempat tinggal orang pengangkat telur di kerak neraka:
“Sesungguhnya orang-orang pengangkat telur (munafik) itu akan dicampakkan ke dalam kerak neraka. Dan kamu tidak akan melihat mereka memperoleh penolong.” (QS. An Nisaa: 145).

Pemulihan

Kendati tujuan dan motivasi menggangkat telur berbeda. Namun, sejak  zaman nabi, era feodalis, dan zaman modernis, perilaku mengangkat telur, tidak pernah hilang. Orang-orang pengangkat telur selalu muncul.

Biasanya, sosok pengangkat telur tidak mempan disadarkan dengan cara dinasihati, apa lagi dengan sindiran halus. Hatinya telah bebal dan busuk.

Kendati begitu, al-Quran, al-Hadist, dan para ulama  menyarankan agar yang suka mengangkat telur dan munafik, hendaknya: Satu, selalu mendirikan shalat berjama’ah di masjid dengan tepat waktu.
“Siapa yang menunaikan shalat berjama’ah selama 40 hari dengan memperoleh takbiratul ihram imam, maka ia akan ditetapkan terbebas dari dua hal, yakni terbebas dari neraka dan terbebas dari kemunafikan.”(HR At-Tirmidzi).

Dua, memerbanyak sedekah.“Sedekah merupakan bukti” (HR Muslim). Bukti di sini maksudnya adalah bukti akan keimanan.

Tiga, memperbanyak zikir. Si pengangkat telur hatinya lalai dari mengingat Allah. Oleh sebab itu, supaya terhindar dari perilaku mengangkat telur, hendaknya memperbanyak zikir, mengingat Allah SWT. Baik di tengah keramaian maupun di kala sendirian.

Empat, membiasakan akhlak terpuji. “Ada dua sifat yang tidak akan pernah tergabung dalam hati si pengangkat telur: perilaku luhur dan pemahaman dalam agama”(HR At-Tirmidzi).

Akhirnya, semua terpulang  pada diri si pengangkat telur. Apakah dia mau berubah atau tidak. Yang pasti, perilaku mengangkat telur tidak akan pernah mendatangkan kebahagiaan, ketentraman, dan kesuksesan .

Sebab, si pengangkat telur sandarannya pada keuntungan yang direkayasa, materialis, dan prakmatis. Tidak berdasarkan keikhlasan dan jauh dari spirit ajaran agama, nilai kemanusian, dan nilai kebangsaan.

Marilah selalu kita tumbuh kembang nilai-nilai religius, kemanusian, kebangsaan, dan sprit kebersamaan. Tapi, tidak dengan perilaku mengangkat telur atau menjilat![]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar