“Angkat Telur”
Oleh : Sadri Ondang Jaya
Di kalangan
masyarakat, perilaku hipokrit, opurtunis, menjilat atau dalam bahasa aktivis
acap disebut “angkat telur”, semakin merajalela. Bahkan belakangan ini,
terlihat tambah marak, menggila, dan fenomenal.
Sehingga tak
mengherankan, banyak muncul kalimat apoligia, ‘jika tak mau angkat telur, hidup
akan terseok-seok. Takkan mendapat jabatan, keuntungan, dan penghargaan.’
Jadi, tujuan angkat telur, di samping ingin diperhatikan
secara khusus. Juga ingin mendapat promosi jabatan atau kedudukan.
Pokoknya, perilaku angkat telur implementasinya demi meraih
material atau finansial semata.
Untuk memuluskan aksinya, si pengangkat telur rela mengultus
seseorang (cult of personality). Apa pun yang dikatakan orang yang telah
dikultuskanya tadi, semuanya benar.
Meskipun yang disampaikan itu, secara logika dan nalar
jungkir balik, ia tak berani membantah apalagi mengkritisi. Demi sesuatu, si
pengangkat telur hanya membebek saja.
Tidak itu saja, dengan saudara seiman, seorganisasi si
pengangkat telur tak pernah kompromis. Ia selalu menyikut teman seiring dan
mengunting dalam lipatan.
Tragisnya, si pengangkat telur kerap merampas hak orang lain
dengan cara menyakiti hatinya. Seperti, menjelek-jelekkan, memfitnah, dan
menzalimi.
Kalimat adagium ‘tidak ada teman yang abadi tapi kepentingan
yang abadi’ menjadi sesuatu yang sangat berlaku baginya. Dipraktikannya tanpa
tedeng aling-aling dan basa-basi.
Baginya, rekan kerja bukanlah teman seperjuangan. Melainkan
saingan yang harus dibabat habis.
Teman-temannya yang memiliki kelebihan, baik kelebihan fisik,
pendidikan, daya pikir, kemampuan finansial, maupun yang punya potensi untuk
menjadi orang hebat, berkembang, dan maju melebihi dirinya, dianggap sebagai
rival terberat.
Ia gelisah. Lalu, kambuhlah penyakitnya, susah melihat
orang senang dan senang melihat orang susah, alias “penyakit” SMS.
Seorang pengangkat telur, adalah sosok reportase andal nan
profesional. Ia selalu berperan, bak juru bicara. Apalagi tentang hal-hal yang mengenai kesalahan rekan kerja
termasuk saingannya. Ia terus mengipas-ngipas, mengompori, dan memprofokasi.
Dengan retorika hebat dan berapi-api, si pengangkat telur
memberikan opini dan stigma yang buruk tentang rekannya kepada semua orang.
Termasuk pada atasan
Ia tak peduli apakah laporan itu sesuai fakta atau hanya
rekayasa. Yang penting, jika temannya tadi “terjungkal”, ia senang alang
kepalang.
Seorang pengangkat telur merupakan wujud jelmaan dari kutu
loncat dan bunglon. Ia sering berpindah-pindah dan berubah warna. Penuh
kepura-puraan.
Lain di mulut lain di hati, alias hipokrit, haus perhatian,
haus eksistensi, haus pujian, dan ular berkepala seribu. Dalam bahasa agama si pengangkat telur, diberi gelar
munafikun. Orang munafik.
Bahaya Angkat Telur
Perilaku angkat telur alias munafik, tidak boleh dianggap
remeh, ia sangat berbahaya. Terjadinya, kekacauan dan kehancuran dalam
birokrasi, organisasi, perusahaan bahkan dalan kehidupan berbangsa dan negara,
banyak disebabkan oleh si pengangkat telur.
Ia musuh dalam selimut. Mengaku teman, mengaku bersaudara,
mengaku toleran, cinta sesama, mengaku senasip sepenanggungan. Padahal
sesungguhnya, tidak. Ia bertopeng karena ada maksud-maksud tertentu.
Sosok pengangkat telur, umumnya, cerdas dan pintar. Lihai
berdebat, punya retorika yang bagus dan memiliki analisa yang tajam.
Tetapi kemampuannya ini, bukan digunakannya untuk tujuan
positif. Melainkan, untuk menghancurkan tatanan yang ada. Semuanya, untuk
kepentingan pribadi dan para pemimpin sesat yang telah dikultuskannya.
Ucapannya terdengar hebat, dan logis. Diksi yang diucapkannya
terdengar menarik dan aduhai. Membuat semua orang yang mendengarkan terkesimah
dan terhifnotis.
Tetapi, sesungguhnya akalnya busuk, licik, dan untuk
tujuan-tujuan material dan prakmatis semata. Pengangkat telur inilah musuh yang
sebenarnya:
Allah berfirman : “Dan apabila kamu melihat tubuh-tubuh
mereka, kamu menjadikan kagum. Dan jika mereka berkata kamu mendengarkan perkataan
mereka. Mereka seakan-akan kayu yang tersandar. Mereka mengira bahwa tiap-tiap
teriakan yang keras ditujukan kepada mereka. Mereka itulah musuh (yang
sebenarnya). Waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka.
Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)?” (QS.
Al-Munafiqun : 4)
Kerusakan yang ditimbulkan oleh si pengangkat telur punya
tahapan. Pertama, perilaku mengangkat telur merusak diri sendiri.
Allah tidak pernah menzalimi manusia, tapi manusia yang
merusak dirinya sendiri. Semua kezaliman akan ditanggung pelakunya.
Kedua, si pengangkat telur merusak orang lain, minimal
keluarganya. Ketiga, merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Dalam tataran inilah, si pengangkat telur sangat berbahaya.
Pengangkat telur, penjilat, pencari muka, hipokrit,
munafik atau apapun istilahnya merupakan penyakit hati. Penyakit ini, sangat
dibenci oleh Rasulullah:
“Seburuk-buruknya manusia adalah manusia munafik, sosok
pengangkat telur atau penjilat”.
Orang pengangkat telur takkan memeroleh pertolongan Allah
SWT. Bahkan, tempat tinggal orang pengangkat telur di kerak neraka:
“Sesungguhnya orang-orang pengangkat telur (munafik) itu akan
dicampakkan ke dalam kerak neraka. Dan kamu tidak akan melihat mereka
memperoleh penolong.” (QS. An Nisaa: 145).
Pemulihan
Kendati tujuan dan motivasi menggangkat telur berbeda. Namun,
sejak zaman nabi, era feodalis, dan zaman modernis, perilaku mengangkat
telur, tidak pernah hilang. Orang-orang pengangkat telur selalu muncul.
Biasanya, sosok pengangkat telur tidak mempan disadarkan
dengan cara dinasihati, apa lagi dengan sindiran halus. Hatinya telah bebal dan
busuk.
Kendati begitu, al-Quran, al-Hadist, dan para ulama
menyarankan agar yang suka mengangkat telur dan munafik, hendaknya: Satu,
selalu mendirikan shalat berjama’ah di masjid dengan tepat waktu.
“Siapa yang menunaikan shalat berjama’ah selama 40 hari
dengan memperoleh takbiratul ihram imam, maka ia akan ditetapkan terbebas dari
dua hal, yakni terbebas dari neraka dan terbebas dari kemunafikan.”(HR
At-Tirmidzi).
Dua, memerbanyak sedekah.“Sedekah merupakan bukti” (HR
Muslim). Bukti di sini maksudnya adalah bukti akan keimanan.
Tiga, memperbanyak zikir. Si pengangkat telur hatinya lalai
dari mengingat Allah. Oleh sebab itu, supaya terhindar dari perilaku mengangkat
telur, hendaknya memperbanyak zikir, mengingat Allah SWT. Baik di tengah
keramaian maupun di kala sendirian.
Empat, membiasakan akhlak terpuji. “Ada dua sifat
yang tidak akan pernah tergabung dalam hati si pengangkat telur: perilaku luhur
dan pemahaman dalam agama”(HR At-Tirmidzi).
Akhirnya, semua terpulang pada diri si pengangkat
telur. Apakah dia mau berubah atau tidak. Yang pasti, perilaku mengangkat telur
tidak akan pernah mendatangkan kebahagiaan, ketentraman, dan kesuksesan .
Sebab, si pengangkat telur sandarannya pada keuntungan yang
direkayasa, materialis, dan prakmatis. Tidak berdasarkan keikhlasan dan jauh
dari spirit ajaran agama, nilai kemanusian, dan nilai kebangsaan.
Marilah selalu kita tumbuh kembang nilai-nilai religius,
kemanusian, kebangsaan, dan sprit kebersamaan. Tapi, tidak dengan perilaku
mengangkat telur atau menjilat![]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar