Kamis, 23 Februari 2017

Generasi Muda yang Jujur; Dambaan Pemimpin Masa Depan




“Tidaklah seorang hamba di antara kalian
diberikan tanggung jawab mengurusi ummat. 
Lalu kemudian ia mencurangi rakyatnya.
Kecuali Allah SWT akan mengharamkan
 baginya surga.” (Muttafakun alaih).

                 Hadis di atas merupakan hadis yang selalu dipegang teguh oleh orang-orang hebat, para pembesar, terutama para pemimpin. Karena  hadis tersebut, mengandung makna betapa pentingnya karakter kejujuran bagi sosok pemimpin.

Sekarang ini, para pejabat apalagi pejabat  publik. Sudah mulai langka  yang berkata dan berbuat jujur. Justru yang dipertontonkan para pejabat sekarang, lebih banyak ketidakjujuran, kepura-puraan, dan kebohongan. Celakanya, hasrat berbohong dan curang ini, sudah menjadi budaya baru di kalangan pejabat. Ketika jabatan telah diraih, keinginan berbuat ketidakjujuran semakin menjadi-jadi. Ia menghalalkan segala cara, tidak peduli dengan cara menzalimi sekalipun.

Hal ini terjadi disebabkan, karakter pejabat itu dari ‘sononya’ sudah tidak jujur. Juga  sistem birokrasi yang terbangun selama ini, jauh dari sifat-sifat kejujuran alias birokrasi korup. Sehingga ketika ada seseorang yang ingin tetap teguh pada kejujuran, ada saja pihak yang berusaha menentangnya dengan dalih melawan sistem, menentang hak asasi manusia, ketidakadilan dan sebagainya. Malah, ada yang “mencemooh” dengan melontarkan kalimat sinis, “sok alim”, terhadap orang yang berbuat jujur.

Di masa lalu, kejujuran bagaikan “panglima” yang menentukan kualitas personaliti kepribadian seseorang. “Kejujuran, merupakan sifat para tokoh pejuang,  para  pemimpin negara dan orang hebat, pembesar lainnya. Malah, Nabi Muhammad SAW mendapat gelar dari sahabat al-amin karena kejujurannya.

“Tidaklah seorang hamba di antara kalian diberikan tanggung jawab mengurusi ummat. Lalu kemudian ia mencurangi rakyatnya. Kecuali Allah SWT akan mengharamkan baginya surga.” (Muttafakun alaih).  Begitu bunyi hadis Nabi Muhammad SAW yang selalu dipegang teguh oleh para orang hebat dan besar.

                                                                                                                               Jangan Pesimis
Kendati begitu, kita tak perlu pesimis. Sesuatu yang baik, yang sesuai dengan hati nurani, akan berulang dan tetap dipertahankan. Begitu juga dengan kejujuran. Salah satu contohnya, telah diperlihatkan Ketua Bappeda Aceh, Prof. Dr. Abubakar Karim MS. Ia dengan sikap jujur dan ikhlas telah membeberkan bahwa ada SKPA di Aceh yang tidak jujur dalam menyusun programpembangunan.

Dari hasil penelusuran beberapa ahli menunjukkan, kualitas pribadi yang ideal masih menempatkan kejujuran  (honesty) pada tangga teratas, selain kecakapan (competence) dan kesetian (loyality). Hal ini bermakna, kejujuran masih ditempatkan oleh setiap generasi sebagai kualitas yang sangat penting.

Sesuai dengan hasil studi Hendrick dan Ludeman (2002) yang melakukan penelitian terhadap para pengusaha dan eksekutif sukses di berbagai negara maju. Mereka menyimpulkan ada 12 nilai ciri-ciri sukses di negara maju pada abad ke 21. Hendrick dan Ludeman menempatkan kejujuran sejati pada rangking teratas. “ Rahasia pertama untuk
meraih kesuksesan, adalah dengan selalu berkata jujur. Ketidakjujuran, kata Hnedrick dan Ludeman, akan membuat diri para korporat terjebak dan berlarut-larut.

                Dalam Islam, kedudukan orang yang jujur ini lebih tinggi setingkat dari orang yang meninggal syahid atau lebih rendah  kedudukan setingkat daripada  para nabi. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ : 69 : “ Siapa yang taat pada Allah dan Rasul, mereka bersama orang-orang yang Allah beri nikmat. Yaitu, para nabi, orang-orang jujur, para syahid, dan orang-orang saleh. Mereka adalah sebaik-baik teman.”

                Kemudian, dalam Sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan, “Orang yang senantiasa suka berbohong. Ia kan selalu dijauhi oleh para malaikat sejauh satu mil karena bauk busuk perbuatannya.”

                      Membangun Karakter Jujur

                Dalam suatu kesempatan, Wakil Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, pernah mengeluarkan statemen, akan memprioritaskan pembangunan karakter kujujuran di Aceh.  Ini artinya, Mualem,   telah melihat ada gejala ketidakjujuran di Aceh saat ini.  Apa yang menjadi keinginan Muzakkir ini, perlu kita respon dengan positif dan disambut dengan baik. Dan hendaknya segera diterjemahkan dalam bentuk konsep dan realitas di lapangan. Karena, membanguna karakter jujur, tidaklah semudah mengucapkannya.

                Tetapi membangun  karakter jujur tidak boleh berhenti, sekalipun memerlukan proses yang lama. Saya kira salah satu cara untuk membangun sikap jujur yang efektif adalah lewat internalisasi nilai-nilai kejujuran itu sendiri melalui keteladanan dan pembiasaan yang berulang-ulang secara konsisten dan berkesinambungan.

                Konsep ini, telah berhasil dipraktekkan oleh Konosuke Marsushita, pendiri grub bisnis Matsushati. Ia menerapkan metode internalisasi ini diperusahaannya yang disebut metode Repetitive Magiuc Power atau RPM. Caranya setiap karyawan diminta setiap pagi membaca secara berulang-ulang kalimat, “saya berbakti, mau memberi, jujur, terpercaya, adil, bijaksana, bersatu, berjuang, bersikap teguh, ramah, penyayang, dan bersyukur, serta berterima kasih.”

Dalam upaya membangun karakter kejujuran, maka konsep RPM Matsushita ini, tidak salah jika diadopsi oleh birokrasi di Aceh dalam bentuk pemberian pelatihan-pelatihan. Dengan catatan, metode pengulangan ini dilakukan secara individu, kontinu, simultan dan diucapkan berulang-ulang dan hendaknya bermuatan spiritual.

Apabila ini telah dan bisa kita terapkan, mudah-mudahan para kepala SKPA, akan berbuat jujur, amanah, dan terpercaya terutama  generasi mudanya yang bakal memimpin SKPA nanti. Dan akhirnya, diharapkan karakter jujur ini tetap abadi di hati orang Aceh dan penyelewengan tidak akan pernah terjadi. Pemerintahan pun bersih, terhindar dari korupsi. Nah!

Sadri Ondang Jaya, S.Pd
Praktisi Pendidikan




Tidak ada komentar:

Posting Komentar