“Tidaklah
seorang hamba di antara
kalian
diberikan
tanggung jawab mengurusi ummat.
Lalu
kemudian ia mencurangi rakyatnya.
Kecuali
Allah SWT akan mengharamkan
baginya surga.” (Muttafakun alaih).
Hadis di atas merupakan hadis yang selalu
dipegang teguh oleh orang-orang hebat, para pembesar, terutama para pemimpin.
Karena hadis tersebut, mengandung makna
betapa pentingnya karakter kejujuran bagi sosok pemimpin.
Sekarang
ini, para pejabat apalagi pejabat
publik. Sudah mulai langka yang
berkata dan berbuat jujur. Justru yang dipertontonkan para pejabat sekarang, lebih
banyak ketidakjujuran, kepura-puraan, dan kebohongan. Celakanya, hasrat
berbohong dan curang ini, sudah menjadi budaya baru di kalangan pejabat. Ketika
jabatan telah diraih, keinginan berbuat ketidakjujuran semakin menjadi-jadi. Ia
menghalalkan segala cara, tidak peduli dengan cara menzalimi sekalipun.
Hal
ini terjadi disebabkan, karakter pejabat itu dari ‘sononya’ sudah tidak jujur. Juga sistem birokrasi yang terbangun selama ini,
jauh dari sifat-sifat kejujuran alias birokrasi korup. Sehingga ketika ada
seseorang yang ingin tetap teguh pada kejujuran, ada saja pihak yang berusaha
menentangnya dengan dalih melawan sistem, menentang hak asasi manusia,
ketidakadilan dan sebagainya. Malah, ada yang “mencemooh” dengan melontarkan kalimat sinis, “sok alim”, terhadap
orang yang berbuat jujur.
Di
masa lalu, kejujuran bagaikan “panglima” yang menentukan kualitas personaliti
kepribadian seseorang. “Kejujuran, merupakan sifat para tokoh pejuang, para
pemimpin negara dan orang hebat, pembesar lainnya. Malah, Nabi Muhammad
SAW mendapat gelar dari sahabat al-amin karena
kejujurannya.
“Tidaklah seorang hamba di antara
kalian diberikan tanggung jawab mengurusi ummat. Lalu kemudian ia mencurangi
rakyatnya. Kecuali Allah SWT akan mengharamkan baginya surga.” (Muttafakun
alaih). Begitu bunyi hadis Nabi Muhammad SAW yang
selalu dipegang teguh oleh para orang hebat dan besar.
Jangan Pesimis
Kendati begitu, kita tak perlu pesimis.
Sesuatu yang baik, yang sesuai dengan hati nurani, akan berulang dan tetap
dipertahankan. Begitu juga dengan kejujuran. Salah satu contohnya, telah
diperlihatkan Ketua Bappeda Aceh, Prof. Dr. Abubakar Karim MS. Ia dengan sikap
jujur dan ikhlas telah membeberkan bahwa ada SKPA di Aceh yang tidak jujur
dalam menyusun programpembangunan.
Dari hasil penelusuran beberapa ahli
menunjukkan, kualitas pribadi yang ideal masih menempatkan kejujuran (honesty) pada tangga teratas, selain
kecakapan (competence) dan kesetian (loyality). Hal ini bermakna, kejujuran
masih ditempatkan oleh setiap generasi sebagai kualitas yang sangat penting.
Sesuai
dengan hasil studi Hendrick dan Ludeman (2002) yang melakukan penelitian
terhadap para pengusaha dan eksekutif sukses di berbagai negara maju. Mereka
menyimpulkan ada 12 nilai ciri-ciri sukses di negara maju pada abad ke 21.
Hendrick dan Ludeman menempatkan kejujuran sejati pada rangking teratas. “ Rahasia
pertama untuk
meraih
kesuksesan, adalah dengan selalu berkata jujur. Ketidakjujuran, kata Hnedrick
dan Ludeman, akan membuat diri para korporat terjebak dan berlarut-larut.
Dalam Islam, kedudukan orang yang jujur ini lebih tinggi setingkat dari orang yang meninggal syahid atau lebih rendah kedudukan setingkat daripada para nabi. Allah berfirman dalam surat an-Nisa’ : 69 : “ Siapa yang taat pada Allah dan Rasul, mereka bersama orang-orang yang Allah beri nikmat. Yaitu, para nabi, orang-orang jujur, para syahid, dan orang-orang saleh. Mereka adalah sebaik-baik teman.”
Kemudian, dalam Sabda Nabi Muhammad SAW dikatakan, “Orang yang senantiasa suka berbohong. Ia kan selalu dijauhi oleh para malaikat sejauh satu mil karena bauk busuk perbuatannya.”
Membangun Karakter Jujur
Dalam suatu kesempatan, Wakil Gubernur Aceh, Muzakkir Manaf, pernah mengeluarkan statemen, akan memprioritaskan pembangunan karakter kujujuran di Aceh. Ini artinya, Mualem, telah melihat ada gejala ketidakjujuran di Aceh saat ini. Apa yang menjadi keinginan Muzakkir ini, perlu kita respon dengan positif dan disambut dengan baik. Dan hendaknya segera diterjemahkan dalam bentuk konsep dan realitas di lapangan. Karena, membanguna karakter jujur, tidaklah semudah mengucapkannya.
Tetapi membangun karakter jujur tidak boleh berhenti, sekalipun memerlukan proses yang lama. Saya kira salah satu cara untuk membangun sikap jujur yang efektif adalah lewat internalisasi nilai-nilai kejujuran itu sendiri melalui keteladanan dan pembiasaan yang berulang-ulang secara konsisten dan berkesinambungan.
Konsep ini, telah berhasil dipraktekkan oleh Konosuke Marsushita, pendiri grub bisnis Matsushati. Ia menerapkan metode internalisasi ini diperusahaannya yang disebut metode Repetitive Magiuc Power atau RPM. Caranya setiap karyawan diminta setiap pagi membaca secara berulang-ulang kalimat, “saya berbakti, mau memberi, jujur, terpercaya, adil, bijaksana, bersatu, berjuang, bersikap teguh, ramah, penyayang, dan bersyukur, serta berterima kasih.”
Dalam upaya membangun karakter kejujuran, maka konsep RPM Matsushita ini, tidak salah jika diadopsi oleh birokrasi di Aceh dalam bentuk pemberian pelatihan-pelatihan. Dengan catatan, metode pengulangan ini dilakukan secara individu, kontinu, simultan dan diucapkan berulang-ulang dan hendaknya bermuatan spiritual.
Apabila ini telah dan bisa kita terapkan, mudah-mudahan para kepala SKPA, akan berbuat jujur, amanah, dan terpercaya terutama generasi mudanya yang bakal memimpin SKPA nanti. Dan akhirnya, diharapkan karakter jujur ini tetap abadi di hati orang Aceh dan penyelewengan tidak akan pernah terjadi. Pemerintahan pun bersih, terhindar dari korupsi. Nah!
Sadri Ondang Jaya,
S.Pd
Praktisi
Pendidikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar