Minggu, 22 Maret 2015

Hasil Wawancara Sadri Ondang Jaya dengan acehmenulis



Singkil dalam Konstelasi Sejarah Aceh: Mengubah Tuturan Menjadi Sejarah

Posted on Maret 19, 2015 by admin in Buku

Nama : Sadri Ondang Jaya, S.Pd Tempat/Tanggal Lahir: Singkil, 12 Agustus 1969 Pekerjaan : Guru Pendidikan: Sarjana FKIP Unsyiah Buku yang pernah diterbitkan: buku antologi: Mimpi yang Sempurna, Cinta di Ujung Pena dan Ensiklopedi Penulis Indonesia. Karya Tulis Lainnya: Penulis, Cerpen, Opini di berbagai media massa. 
Dunia buku dimulai oleh Sadri Ondang Jaya, seorang guru SMK Negeri 1 Singkil Utara ini melalui antologi 42 penulis dalam buku Kisah Inspiratif; “Cinta di Ujung Pena: Ketika Menulis Jadi Pilihan” yang diterbitkan oleh Forum Aktif Menulis (FAM) Indonesia tahun 2014 lalu. Dalam buku tersebut, ia menuangkan perjalanan hidupnya dengan judul “Hidup Miskin Membuat Saya Aktif Menulis”.
Kini sebagai putra Singkil, ia menuangkan kreatifitasnya dalam buku baru yang berjudul: “Singkil dalam Konstelasi Sejarah Aceh” bersama editor  Murizal Hamzah. Berikut petikan wawancara singkat dengan beliau.



Bisa ceritakan garis besar dari buku “Singkil dalam Konstelasi Sejarah Aceh”?
Buku ini mengisahkan tentang masa lalu atau sejarah Singkil yang pernah jaya. Baik di bidang ekonomi, perdagangan, budaya dan sosial keagamaan. Singkil pernah memeliki pelabuhan laut terpadat di pantai barat selatan Aceh. Bukan saja di singgahi kapal dari Nusantara tapi juga dari  Asia, Eropa, Afrika, Timur Tengah dan Amerika. Salah satu komoditi ekspor Singkil adalah kapur barus selain rempah-rempah.
Dalam buku ini juga ditulis, kronik dan heroik terjadinya perang antara bangsa Indonesia Belanda dan Jepang. Ada juga pernak-pernik kerajaan di Singkil Hilir dan Singkil Hulu. Atau kisah kerajaan Sinambelas. Kemudian mengisahkan peran dan kiprah beberapa orang putra terbaik Singkil terutama ulama. Seperti Syekh Abdurrauf dan Hamzah Fansuri. Baik perannya di Singkil sendiri maupun di kerajaan Aceh Darussalam. Ada juga kisah pahlawan wanita, Siti Ambia. Dengan gigih dan gagah berani ia melawan Belanda bersama kaum laki-laki.

Berapa lama waktu yang diperlukan untuk melakukan riset dan menuliskannya menjadi buku ini?
Riset serius tidak ada. Saya hanya membaca buku-buku dan wawancara dengan beberapa orang narasumber. Ini saya lakukan memenuhi tuntutan, sebagai wartawan. Selain itu, karena (kurangnya) refrensi tentang pernak-pernik sejarah Singkil, maka saya tulis untuk dibaca atau menjadi referensi bagi generasi muda.
Buku ini berisikan tentang ‘tuturan orang-orangtua’  di Singkil yang menurut saya, penuh kisah dan sarat dengan  sejarah. Cerita ini, kalau dibiarkan begitu saja mubajir. Lantas saya kutip kemudian saya tulis dan saya kaitkan dengan referensi yang ada.  Ini sebenar(nya) bukan sejarah yang dipahami kalangan akademisi. Yang saya tulis ini adalah potongan-potongan (penggalan-penggalan sejarah ) atau simpul-simpul sejarah untuk diuraikan atau ditindak lanjuti. Bila perlu diteliti oleh kalangan sejarawan atau akademisi.
Tugas saya, hanya membuka simpul-simpul sejarah Singkil. Sejauh mana kebenaran, perlu dibuktikan sejarawan. Karena yang saya tulis ini kisah yang dituturkan dari mulut-ke mulut. Banyak kalangan mengatakan, apa yang saya tulis ini “dongeng sejarah” yang dikemas dengan penulisan gaya esai.
Saya tidak peduli apa kata orang, yang jelas saya telah mengubah sebuah tradisi. Dari tradisi menuturkan sejarah atau kisah menjadi menulis kisah atau sejarah. Karena saya berasumsi tuturan akan lenyap dan hilang tapi kisah yang ditulis akan abadi. Sedangkan untuk riset dan menulisnya memakan waktu satu tahun. Tapi lama ngendap karena harus mengumpulkan dulu uang buat biaya cetak.

Apa kesulitan (terbesar) yang bapak rasakan saat menulis buku yang bersifat sejarah ini?
Tidak ada referensi dan pelaku sejarah serta nara sumber banyak yang meninggal. Kemudian unsur subjektivitas susah untuk disembunyikan.

Apa harapan terbesar sebagai penulis dengan terbitnya buku ini?
Pertama, mengubah budaya tutur menjadi budaya tulis dan baca. Karena budaya tuturan dalam mengisahkan sejarah akan mudah hilang dan lupa dibanding dengan budaya tulis dan baca. Kedua, untuk menginformasikan pada generasi muda bahwa Singkil itu kota yang bersejarah, pusat peradaban dan budaya dan punya falsafah hidup yang tinggi. Yang ketiga adalah menyampaikan ke publik bahwa Singkil atau tepatnya putra Singkil pernah berperan dalam membentuk tamaddun dan budaya serta tradisi dalam tata pemerintahan di Aceh. Pemikiran-pemikiran putra Singkil selalu menjadi rujukan baik dulu maupun sekarang. Dan yang keempat, terakhir adalah memberi tahu bahwa Singkil itu, ya Aceh. Karena kerajaan Singkil punya hubungan erat dengan kerajaan Aceh Darussalam.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar